Belajar dari Kisah Sepatu
Wednesday, May 14, 2014
0
komentar
Belajar dari Kisah Sepatu
Suatu hari di beranda sebuah rumah, tepatnya di rak sepatu yang terisi dengan beberapa pasang sepatu terjadilah ribut-ribut antara dua pasang sepatu. Sepasang sepatu yang pertama disebut dengan Sepatu A dan sepatu yang kedua disebut dengan Sepatu B.
Saat itu, sepatu A baru saja dipakai untuk jalan-jalan oleh tuannya. Keadaan sepatu A sudah kotor dan jahitan sepatunya sudah sedikit terbuka. Sedangkan sepatu B masih bersih dan kinclong karena memang sepatu B ini hampir tidak pernah dipakai oleh tuannya.
"Yah, kasihan sekali kamu A, hampir tiap hari dipakai oleh tuan. Kayak aku dong, hidup santai - santai aja dan selalu bisa beristirahat di rak," kata Sepatu B meledek Sepatu A.
"Lho?! Dasar kamu ini, lebih baik aku dipakai terus daripada nganggur kayak kamu," sahut si Sepatu A membalas.
"Lihat, gara-gara dipakai terus badan kamu sudah mulai terlihat tidak indah lagi. Kamu pasti iri sama badanku yang masih mulus ini," kata Sepatu B yang masih ngotot.
"Lebih baik aku rusak, hancur karena terpakai dan bermanfaat bagi manusia dibandingkan aku harus rusak karena hancur sendiri di sebuah rak sepatu karena terkena proses alami menjadi debu. Aku tidak mau hancur sia-sia seperti itu!"
"Apa maksudmu?!," Sepatu B mulai marah.
"Kita adalah sepatu. Apabila tidak dipakai, maka akan menjadi rapuh dan hancur. Jadi tidak seharusnya kamu merasa santai dan senang karena tidak pernah dipakai. Harusnya kamu was-was, karena potensi dan bakatmu untuk melindungi kaki manusia tidak terpakai."
Sepatu B pun termenung dan tidak dapat berkomentar lagi. Ia memikirkan bagaimana nasibnya sekarang.
"Sekarang kita lihat, aku mungkin sudah mulai tidak indah. Kotor dan jahitan sudah mulai lepas. Tapi aku akan bertahan lebih lama darimu, karena aku sudah sering terlatih untuk menjadi lentur dan kuat. Aku terbiasa dalam segala keadaan. Makanya aku menjadi sepatu yang kuat walaupun tidak nampak begitu indah dari luar," Sepatu A kembali menjelaskan.
"Maafkan aku ya A, karena telah mengejekmu. Aku harap dapat bermanfaat di hari depan. Terima kasih ya telah menyadarkanku," jawab Sepatu B yang telah sadar.
Teman-teman, cerita tadi sebenarnya dapat kita gambarkan sebagai cerita tentang diri kita masing-masing. Sepatu B itu kita, dan Sepatu A adalah orangtua / guru / teman kita yang sering kali mengingatkan kita.
Kita dapat belajar dari cerita tadi bahwa kita terlahir sebagai manusia adalah itu adalah suatu KARUNIA YANG BAIK. Karena di dunia manusia inilah kita dapat sebanyak-banyaknya menanam bibit kebajikan dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Sebagai manusia, kita semua memiliki potensi dan bakat masing-masing, tapi sering kali kita sia-siakan begitu saja dan tidak mau mengasahnya. Kita itu sering kali hanya mau ENAK-ENAKAN dan tidak mau merasakan PAHIT terlebih dahulu. Padahal hal itulah yg memperkuat mental kita.
Potensi dan bakat itu harus diasah dan dipakai. Apabila tidak, akan terbuang sia-sia begitu saja. Janganlah hanya berdiam diri, tapi galilah potensi dan bakat yang ada di dalam diri kita. Walaupun itu harus terluka dan gagal. Itu akan menjadi modal kita untuk sukses dan bermanfaat bagi orang lain.
Intinya adalah jangan takut untuk menggali potensi dan bakat kita. Asah dan gunakan baik-baik agar tidak menjadi sia-sia dan hilang begitu saja.
Dari cerita di atas juga kita belajar dari sikap Sepatu A, yaitu bijaksana. Sudahkah kita bijaksana hari ini? Sepatu A menanggapi ledekan Sepatu B dengan sikap tenang tanpa menggunakan nada tinggi. Begitulah harusnya manusia yang bijak menanggapi segala sesuatu dengan tenang dan kepala dingin.
Begitu juga dengan Sepatu A yang mau mengingatkan Sepatu B. Itulah fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Yaitu saling mengingatkan kepada teman untuk tetap berada di rel dan jalur yang benar.
Suatu hari di beranda sebuah rumah, tepatnya di rak sepatu yang terisi dengan beberapa pasang sepatu terjadilah ribut-ribut antara dua pasang sepatu. Sepasang sepatu yang pertama disebut dengan Sepatu A dan sepatu yang kedua disebut dengan Sepatu B.
Saat itu, sepatu A baru saja dipakai untuk jalan-jalan oleh tuannya. Keadaan sepatu A sudah kotor dan jahitan sepatunya sudah sedikit terbuka. Sedangkan sepatu B masih bersih dan kinclong karena memang sepatu B ini hampir tidak pernah dipakai oleh tuannya.
"Yah, kasihan sekali kamu A, hampir tiap hari dipakai oleh tuan. Kayak aku dong, hidup santai - santai aja dan selalu bisa beristirahat di rak," kata Sepatu B meledek Sepatu A.
"Lho?! Dasar kamu ini, lebih baik aku dipakai terus daripada nganggur kayak kamu," sahut si Sepatu A membalas.
"Lihat, gara-gara dipakai terus badan kamu sudah mulai terlihat tidak indah lagi. Kamu pasti iri sama badanku yang masih mulus ini," kata Sepatu B yang masih ngotot.
"Lebih baik aku rusak, hancur karena terpakai dan bermanfaat bagi manusia dibandingkan aku harus rusak karena hancur sendiri di sebuah rak sepatu karena terkena proses alami menjadi debu. Aku tidak mau hancur sia-sia seperti itu!"
"Apa maksudmu?!," Sepatu B mulai marah.
"Kita adalah sepatu. Apabila tidak dipakai, maka akan menjadi rapuh dan hancur. Jadi tidak seharusnya kamu merasa santai dan senang karena tidak pernah dipakai. Harusnya kamu was-was, karena potensi dan bakatmu untuk melindungi kaki manusia tidak terpakai."
Sepatu B pun termenung dan tidak dapat berkomentar lagi. Ia memikirkan bagaimana nasibnya sekarang.
"Sekarang kita lihat, aku mungkin sudah mulai tidak indah. Kotor dan jahitan sudah mulai lepas. Tapi aku akan bertahan lebih lama darimu, karena aku sudah sering terlatih untuk menjadi lentur dan kuat. Aku terbiasa dalam segala keadaan. Makanya aku menjadi sepatu yang kuat walaupun tidak nampak begitu indah dari luar," Sepatu A kembali menjelaskan.
"Maafkan aku ya A, karena telah mengejekmu. Aku harap dapat bermanfaat di hari depan. Terima kasih ya telah menyadarkanku," jawab Sepatu B yang telah sadar.
Teman-teman, cerita tadi sebenarnya dapat kita gambarkan sebagai cerita tentang diri kita masing-masing. Sepatu B itu kita, dan Sepatu A adalah orangtua / guru / teman kita yang sering kali mengingatkan kita.
Kita dapat belajar dari cerita tadi bahwa kita terlahir sebagai manusia adalah itu adalah suatu KARUNIA YANG BAIK. Karena di dunia manusia inilah kita dapat sebanyak-banyaknya menanam bibit kebajikan dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Sebagai manusia, kita semua memiliki potensi dan bakat masing-masing, tapi sering kali kita sia-siakan begitu saja dan tidak mau mengasahnya. Kita itu sering kali hanya mau ENAK-ENAKAN dan tidak mau merasakan PAHIT terlebih dahulu. Padahal hal itulah yg memperkuat mental kita.
Potensi dan bakat itu harus diasah dan dipakai. Apabila tidak, akan terbuang sia-sia begitu saja. Janganlah hanya berdiam diri, tapi galilah potensi dan bakat yang ada di dalam diri kita. Walaupun itu harus terluka dan gagal. Itu akan menjadi modal kita untuk sukses dan bermanfaat bagi orang lain.
Intinya adalah jangan takut untuk menggali potensi dan bakat kita. Asah dan gunakan baik-baik agar tidak menjadi sia-sia dan hilang begitu saja.
Dari cerita di atas juga kita belajar dari sikap Sepatu A, yaitu bijaksana. Sudahkah kita bijaksana hari ini? Sepatu A menanggapi ledekan Sepatu B dengan sikap tenang tanpa menggunakan nada tinggi. Begitulah harusnya manusia yang bijak menanggapi segala sesuatu dengan tenang dan kepala dingin.
Begitu juga dengan Sepatu A yang mau mengingatkan Sepatu B. Itulah fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Yaitu saling mengingatkan kepada teman untuk tetap berada di rel dan jalur yang benar.