PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
Saturday, January 13, 2018
0
komentar
PANCASILA SEBAGAI
PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
Oleh
KELOMPOK 6 :
MUSTAFA KAMAL
SURYANI
MAHARIANI
HAYATUN
NUFUS
DOSEN
PEMBIMBING :
JHON HENDRI,
S.H, M.H
POLITEKNIK
NEGERI BENGKALIS
2015
KATA PENGANTAR
Dalam
pembelajaran Pendidikan Pancasila terdapat bab tentang Pancasila sebagai
Paradigma Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Kami menyusun makalah ini untuk
menambah referensi dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila khususnya tentang Pancasila
sebagai Paradigma Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Disini kami mencantumkan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, sejarah, dan pembahasan tentang Pancasila
sebagai Paradigma Kehidupan Berbangsa dan Bernegara untuk menjadi bahan diskusi
dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila.
Pertama-tama kami ingin mengucapkan
puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi
berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Kami menyusun makalah ini tidak lepas dari referensi buku Pendidikan Pancasila,
website di internet, dan penjelasan dari pengajar kami.
Dalam penyusunan makalah ini tentu
masih terdapat kekurangan. Kami menerima kritikan atau saran dari pembaca. Tak
lupa kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu menyusun makalah
ini.
Bengkalis, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar
belakang............................................................................. 1
B. Rumusan
masalah........................................................................ 1
C. Tujuan
penulisan......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 2
A. Pengertian paradigma
.................................................................. 2
B. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan
............................... 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 20
A. Kesimpulan
.................................................................................. 20
B. Saran
............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan
ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan dengan kemajuan jaman, begitu pula
dengan cara berpikir masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal yang dinamis.
Semakin banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang dilakukan oleh manusia,
tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan-kelemahan didalamnya, maka dari itu
dari apa yang telah diciptakan atau diperoleh dari penelitian tersebut ada baiknya
berdasar pada nilai-nilai yang menjadi tolak ukur kesetaraan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yaitu sila
pancasila.
Dengan
berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara indonesia guna melaksanakan
pembangunan nasional, reformasi, dan pendidikan pada khususnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang
dimaksud dengan paradigma?
2. Bagaimana
peranan pancasila sebagai paradigma pembangunan?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui arti
dari paradigma.
2. Mengetahui
peranan pancasila sebagai paradigma pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PARADIGMA
Istilah paradigma pada awalnya
berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S.
Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”,
paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan
suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sedangkan Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) yang dilaksud dengan paradigma adalah
daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan
deklinasi kata tersebut (Ling), model
dalam teori ilmu pengetahuan, kerangka berpikir.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu
teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada
metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada
sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari
ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja
dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah
paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian
sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
B.
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Tujuan negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut “Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan negara hukum formal,
adapun rumusan “Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”
hal ini merupakan tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai
tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi
bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada
hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai-nilai Pancasila mendasarkan diri
pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus
sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis”
meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani (raga),
sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Kedudukan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional harus mmperlihatkan konsep
berikut ini :
1. Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai
bangsa
2. Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional
3. Pancasila merupakan arah pembangunan nasional
4. Pancasila merupakan etos pembangunan nasional
5. Pancasila merupakan moral pembangunan
Masyarakat
Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat pesat karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan
pedoman bersama dalam menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa. Oleh sebab itu
pembangunan nasional harus dapat memperlihatkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Hormat terhadap keyakinan religius setiap orang
2. Hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia
seutuhnya)
Sebagai upaya
meningkatkan harkat dan martabat manusia maka pembangunan nasional harus
meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan kehendak, raga (jasmani), pribadi,
sosial dan aspek ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila.
Selanjutnya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain politik,
ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta bidang kehidupan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikatnya
Pancasila sebagai paradigma pembangunan mengandung arti atas segala aspek
pembangunan yang harus mencerminkan nilai-nilai pancasila.
1.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara
harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek
politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus
dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik
Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut
sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan,
moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik
dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral
tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik
bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan
nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat
secara berurutan-terbalik:
a. Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
b. Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
c. Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
d. Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
e. Tidak dapat
tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti
sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan
masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai
asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna
industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral
baru masyarakat informasi adalah:
a. nilai
toleransi;
b. nilai
transparansi hukum dan kelembagaan;
c. nilai kejujuran
dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
d. bermoral
berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam
pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai
moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada
dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan (sila II
Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk
pribadi maupun makhluk Tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila
berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan
individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian
juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai
totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus
dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila
adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi
Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk
persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan
penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia.
Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau
Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan,
politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesar besar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga
masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada
ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan
program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih
mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan
akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,
transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat
(Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan
yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
3.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat
manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya
dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia
biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita
menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia
secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia
harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar
sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan
terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia
sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan
demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan
nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya
komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya
nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan,
sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
a. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
c. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu
bangsa yang berdaulat;
d. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan;
e. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan
yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
4.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh
penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan
seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia
disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya,
serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total
terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan
sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan
kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan
sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan
nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak
dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang
pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI
telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
a. adanya
perlindungan terhadap HAM,
b. adanya susunan
ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
c. adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.
Sesuai dengan
UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945
merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam
kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi
positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37
UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk
perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus
mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila
sebagai paradigma pengembangunan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila:
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa,
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
3. Persatuan
Indonesia,
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
5. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang
dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter
produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan
aspirasi rakyat).
5.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang
ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di
mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan
plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun
terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia
kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita
mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana
yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir
pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh
umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan
merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama
guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya
adalah seperti berikut:
1. Semua umat
Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah)
2. Hubungan antara
sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain
didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga
yang baik
b. Saling membantu
dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka
yang teraniaya
d. Saling
menasehati
e. Menghormati
kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak
dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan
atas suku dan agama;
2) Pemupukan semangat persahabatan dan
saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu
dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis
dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama
dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki
heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas
agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang
berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke
arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan
masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan
upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerukunan antar masayarakat. Lahirnya
lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di
Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli,
Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Kedepan, guna memperkokoh kerukunan
hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu
membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah
interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian,
pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap
dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya.
Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai
manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.
6.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
IPTEK
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). IPTEK pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia.Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia yang berhubungan dengan intelektualitas, rasa merupakan hubungan dalam bidang estetis dan kehendak berhubungan dengan bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya itulah maka manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan yang esensial dari IPTEK adalah semata-mata untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam masalah ini pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi
kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab dari sila-sila yang tercantum dalam pancasila.
Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistemetika dalam pengembangan IPTEK.
a.
Sila ketuhanaan yang Maha Esa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu pengetahuan, menciptakan sesuatu berasarkan pertimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya(T.Jacob,
1986).
Contoh perkembangan IPTEK dari sila ketuhanan yang maha esa adalah ditemukannya teknologi transfer inti selatau yang dikenal dengan teknologi kloning yang dalam perkembangannyapun masih menuai kotroversi. Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensipenciptaan” yang
semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang beragama muslim, pada surat An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan adannya suatu perkembangan teknologi dalam kehidupan manusia yang mengarahkan pada kehidupan kembali dari tulang belulang. “apakah
(akandibangkitkanjuga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?”, mereka berkata “kalau demikian itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”.
Sesungguhnya pengembalian itu hanya satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi”.
b.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan manusia. IPTEK bukan untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
c.
Sila persatuan indonesia
Mengklomentasikan universal dan internasionalisme (kemanusiaan) dari sila-sila lain. Pengembangan IPTEK
diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan IPTEK
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme,
kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Contohnya seperti lima website yang telah mempermudah gerakan revolusi di abad 21 ini.
Ada Wikileaks, Facebook, Twitter, Blog, dan Video Sharing. Terkait dengan sila persatuan Indonesia GERAKAN 100%
CINTA INDONESIA dan Gerakan 1000000 facebookers Dukung tetap bayar pajak adalah bentuk dari sekian banyaknya gerakan-gerakan social network yang
menpersatukan pemikiran bangsa Indonesia.
d.
Sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis. Artinya setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap terbuka. Artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori-teori lainnya.
Contoh dalam kasus ini adalah ketika santer beredar kabar mengenai akan dibangunnya reaktor nuklir di Indonesia. Beramai-ramai seluru haliansi dari berbagi daerah memberikan pernyataan pro atau kontranya mereka terhadap rencana pembangunan ini. Bahkan melalui jejaring sosial facebook muncul gerakan “TOLAK PEMBANGUNAN REAKTOR
NUKLIR di INDONESIA”. Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi bahan permusyawarahan bagi para elit politik beserta rakyatnya sehingga mencapai suatu kebijakan yang bijaksana demi
kemaslahatan bangsa Indonesia sendiri.
Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibitunggul padi Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya anak bangsa. Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini nantinya akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa keadilan setelah ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada perjalanannya rakyat dari berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang terjangkau.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari semua
penjabaran tentang Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Dan Bernegara di atas maka kami dari kelompok 9 dapat menyimpulkan bahwa:
1. Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan
suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
2. Pancasila juga sangat berpengaruh di bidang pembangunan seperti:
a. di bidang pembangunan Politik
b. di bidang pembangunan Ekonomi
c. di bidang pembangunan Budaya
d. di bidang pembangunan Hukum
e. di bidang pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
f. di bidang pembangunan IPTEK
B.
SARAN
Pancasila
memiliki peranan penting bagi kehidupan kita dalam bermasyarakat dan bernegara,
oleh karena itu sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Republik Indonesia
berpegang teguh pada nilai-nilai yang terkandum dalam pancasila.
0 komentar:
Post a Comment